senja di pantai air manis |
Terletak digugusan bukit barisan dan menghadap langsung samudera hindia menjadikan Sumatera Barat sebagai kawasan dengan pesona alam yang terhitung lengkap. Sungai, danau, ngarai, pantai, gunung dan gugusan kepulauan dapat kita jumpai disini. Kekayaan cita rasa seperti kuliner dan sastra ikut memberi warna yang unik. Belum lagi budaya minangkabau dan mentawai yang mengakar dalam masyarakatnya. Tidak salah jika kemudian pemerintah menetapkan sumatera barat sebagai satu dari sepuluh tujuan wisata utama di Indonesia.
Setiap daerah diprovinsi ini mempunyai potensi wisata tersendiri, termasuk Padang. Ia merupakan pintu masuk utama bagi aparatur negara, pebisnis dan wisatawan yang ingin berwisata ke sumatera barat. Segala urusan administratif tentunya berada di ibukota provinsi. Pelabuhan teluk bayur dan bandara international minangkabau menjadi ‘gate’ bagi pebisnis dan wisatawan. Beragam suku bangsa membaur di kota ini.
Pada januari lalu, saya berkesempatan untuk pulang ke kampung halaman, Padang. Lalu saya berkeliling dengan sepeda motor. Ternyata tidak banyak yang berubah dari kota ini meskipun belakangan seringkali diguncang gempa bumi. Padang masih menampilkan keelokannya. Ditengah panasnya kota terlihat banyak mobil angkutan umum yang trendy dan sporty. Berbeda dengan daerah lain, memang angkutan rakyat di kota bengkuang (sebutan lain padang) lebih pesolek. Angkutan umum didandani sedemikian rupa hingga seperti mobil balap. Dari luar tampak segala macam stiker, desain, air brush dan kaca film menghiasi mobil. Interiornya seakan tidak mau kalah. Ada sound system, lampu disko, kursi empuk hingga televisi. Orang yang baru pertama kali ke kota ini tentu akan terkejut sekaligus kagum. Ini tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi pariwisata Padang.
Saya kemudian menyusuri kawasan pantai padang, ini merupakan objek wisata utama di padang. Jika dilihat pantainya, tidak ada yang spesial. Hitam, dan agak kotor. Tapi, jika senja sudah menjelang, pemandangan surya tenggelam diujung cakrawala sangatlah indah. Saat cuaca bagus, jarang sekali kita tidak mendapati sunset. Aneka hiburan dan fasilitas di pinggir pantai ikut menyemarakkan. Ada arena bermain, jejeran warung makan, dan beragam acara yang sering diadakan pemerintah kota disini.
Saya hanya sakedar melewati kawasan pantai. Saat itu, waktu menunjukkan pukul 13.30, masih siang. Selanjutnya saya sampai di jembatan siti nurbaya. Jembatan ini satu arah dari pantai, karena terletak di muara. Disekitar jembatan juga terdapat kawasan kota tua. Berada di sekitaran jembatan sambil menikmati pemandangan muara yang banyak terdapat kapal nelayan serta cruise mengingatkan kita kepada roman marah rusli yang berjudul siti nurbaya. Ya, di sekitaran jembatan, yang bersanding gunung padang inilah marah rusli banyak bercerita tentang intrik hubungan datuk maringgih dengan siti nurbaya.
muara padang |
Di balik gunung padang terdapat roman lainnya yang melegenda, yaitu malinkundang. Saya meneruskan perjalanan hingga sampai di tempat legenda ini berasal, pantai air manis. Dari muara, kira-kira 30 menit dengan menggunakan sepeda motor. Pantai air manis lebih bagus dari pantai padang. Pasir putih, bersih dan jernih, mungkin karena berada dipinggi kota. Tapi kalau fasilitas, masih tertinggal dari pantai padang. Hanya ada warung makan sederhana di sekitaran pantai. Jika sedang surut, kita bisa menyebrang dengan berjalan kaki ke pulau kecil tak berpenghuni yang berada dibarat dekat pantai. Di ujung selatan pantai, terdapat sebuah batu menyerupai orang bersujud. Batu ini dianggap malinkundang yang dikutuk oleh ibunya kerena durhaka. Benar atau tidaknya, patut ditelusuri lagi. Banyak memang yang meragukan keasilian kisah ataupun batu ini. Seorang novelis, E.S Ito malah menampilkan cerita dari sudut pandang dengan fakta yang berbeda tentang malinkundang. Menurutnya, batu itu adalah batu yang dibuat saudara ibu malin. Lengkapnya silahkan di lihat di Itonesia.com
Sepulangnya dari pantai air manis saya sempatkan menyantap kuliner kota tercinta. Sate danguang-danguang dan teh talua habis saya lahap. Es durian dan martabak mesir juga tidak lupa. Tapi karena sudah kenyah, 2 kuliner terakhir saya bungkus pulang untuk jadi cemilan tengah malam.
Berkeliling kota padang dengan rute tadi dan menyantap kuliner khas padang setelahnya terasa cukup mengobati kerinduan akan berwisata dikota ini. Kehirukpikukan kota dengan pantai dan segala roman sastranya dibumbui racikan khas padang pada makanannya bisa jadi adalah nyawa pariwisata kota padang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar